Friday, April 25, 2008

Tugas Religiositas

Wawancara dengan Tukang Nasi Pecel

Pada siang itu kami berjalan menuju sebuah jalan di mana terletak sebuah aula serbaguna yang terletak di kompleks Kemang Pratama 2, Bekasi. Di sanalah keberadaan seseorang yang akan kami wawancarai. Seorang penjual nasi pecel yang kebetulan sudah Clara kenal karena nasi pecel buatannya menjadi langganan ibunya. Langsung saja kami mendatangi tenda tempatnya berjualan di samping bangunan aula itu.
Penjual nasi pecel itu rupanya bernama Yanti, seorang wanita berusia 27 tahun. Ia berasal dari sebuah desa di daerah Solo, Jawa Tengah. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang sangat sederhana sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara. Bersekolah hanya sampai tamat SD dan kemudian ikut sebuah keluarga sebagai pembantu rumah tangga bersama seorang kakaknya ke Bekasi ketika usianya masih sekitar 13 tahun, padahal ia sebenarnya memiliki cita-cita sebagai penjahit tetapi kekurangan dana untuk merealisasikannya. Sebenarnya tidak hanya dirinya yang bekerja dalam usia yang sangat muda itu, banyak saudara-saudaranya yang sampai harus merantau ke Sumatera untuk bekerja. Ada juga yang tinggal menetap membantu orang tuanya mengurus sawah. Ia menikah pada tahun 2004 dengan seorang pengurus mesjid di Kemang Pratama ini. Ia pun pindah ke tempat tinggal suaminya di sebuah kontrakan kecil di Kampung Bojong Menteng yang tidak jauh dari kompleks ini. Sebagai pengurus mesjid, suaminya hanya berpenghasilan sedikit sehingga Yanti membantu menambah penghasilan dengan berjualan nasi pecel. Kebetulan aula serbaguna itu miliki mesjid tempat suaminya bekerja sehingga ia cukup meminta izin menggunakan sedikit halamannya untuk berjualan nasi pecel. Sampai sekarang Yanti telah berjualan nasi pecel selama 2 tahun. Menurutnya, berjualan nasi pecel ini ada suka dukanya. Sukanya, ia dapat membantu menambah penghasilan suami. Dukanya, berjualan seperti ini melelahkan, apalagi jika tidak ada yang beli. Laba yang didapat dalam sehari rata-rata 20.000 sampai 30.000 rupiah, tetapi kalau sedang ada acara yang menggunakan aula tersebut bisa mencapai 40.000 sampai 50.000. Menurutnya, jika digabung dengan penghasilan suaminya cukup untuk makan sehari-hari, tetapi untuk menabung untuk membayar kontrakan masih sulit. Saat ini keinginannya adalah jika ada uang, ia ingin menyekolahkan anaknya di TK yang terletak tak jauh dari tempat itu.
Demikianlah rangkuman wawancara kami dengan Yanti, seorang penjual nasi pecel. Wawancara teresebut telah memberikan kesan mendalam bagi kami terutama kesadaran akan pentingnya mensyukuri apapun pemberian Tuhan.


Clara X-2/8
Lita X-2/13

No comments: