Friday, April 25, 2008

Refleksi Pribadi Clara X-2/8

Refleksi Religiositas Clara X-2/8

Wawancara dengan seorang penjual nasi pecel yang telah saya lakukan memberikan banyak kesan mendalam bagi saya. Banyak pesan-pesan tersirat yang sangat menyadarkan saya atas apa yang telah saya lakukan selama ini. Pertama, kesadaran akan masih banyaknya orang yang kurang mampu yang hidup di sekitar kita. Jika kita lihat sekeliling dan lebih membuka mata, akan tampak alasan mengapa kita sudah sepatutnya bersyukur kepada Tuhan. Ketika saya mengetahui bahwa ada seseorang yang hanya mampu bersekolah sampai tamat SD kemudian terpaksa bekerja untuk membantu menghidupi keluarga hingga harus melepas cita-citanya, saya menjadi sadar betapa beruntungnya saya dapat bersekolah sampai saat ini, apalagi di sekolah bagus seperti Santa Ursula ini. Saya seakan disadarkan betapa Tuhan telah memberkati saya sehingga saya tidak perlu berhenti sekolah untuk bekerja demi membantu menghidupi keluarga.
Kedua, ketika saya mengetahui bahwa si penjual nasi pecel, Yanti, rela melepas cita-citanya untuk sesuatu yang sebenarnya sudah jelas tidak akan ada orang di dunia ini yang akan memilih untuk tidak melakukannya apabila mampu. Padahal saya sangat berambisi meraih semua cita-cita saya dan seakan tak dapat menerima apabila salah satu saja tidak berhasil dicapai. Saya hanya sibuk bermimpi dan bermimpi tentang masa depan saya tanpa mau berdoa dan berusaha. Bahkan setelah wawancara itu saya menjadi bertanya sendiri, apakah saya mau melepas cita-cita saya jika harus berkorban demi keluarga? Mungkin saya akan menjawab tidak atau bersedia dengan teramat sangat terpaksa. Itu baru pengorbanan untuk keluarga, jika untuk keluarga saja tidak mampu bagaimana jika pengorbanan itu untuk Tuhan?
Ketiga, hal yang menyadarkan saya adalah bahwa Yanti yang sudah hidup dalam keadaan kurang mampu seperti itu saja masih lebih memperhatikan orang lain dibanding dirinya. Lihat saja, bahwa kesukaan dalam kerjanya adalah karena dapat membantu suaminya, kemudian keinginannya jika punya uang adalah menyekolahkan anaknya. Saya yang dalam hal ini lebih mampu saja selalu memikirkan diri sendiri. Jika punya uang, yang terlintas dalam benak saya hanyalah beli ini, beli itu, liburan ke sini, liburan ke situ, les ini, les itu, dan sebagainya yang semuanya pertama-tama untuk keuntungan saya barulah orang lain. Padahal saya sendiri bukanlah orang yang hidup bergelimang harta, uang tetap saja harus dicari dengan penuh kerja keras dan merupakan hal yang tidak tersedia begitu saja.
Mengetahui seperti itu, saya jadi berpendapat bahwa banyak orang sangat salah jika mengatakan orang yang hidup dalam kemiskinan itu karena kemalasannya sendiri, atau karena memang ditakdirkan hidup seperti itu. Menurut saya banyak dari mereka ada selain untuk mewarnai hidup dengan keberagaman juga untuk menyadarkan kita yang notabene lebih mampu atas dosa dan kesalahan serta kekurangan-kekurangan yang harus kita perbaiki mulai saat ini.



Clara X-2/8

No comments: