Tuesday, April 29, 2008

Kasih Tuhan bagi saya begitu besar. Kenapa saya malah begitu kurang ajar?
Sesi tanya jawab kecil-kecilan yang kami berdua lakukan beberapa hari lalu sungguh membuka mata saya dan seolah mengisyaratkan saya untuk belajar dan sadar. Mencoba menghitung seberapa sering saya bersyukur dan berterimakasih akan hidup dan berkatNya membuat saya malu dan ingin mengutuk diri sendiri yang sungguh egois; jarang sekali rupanya.
Saya melihat kembali kehidupan Sutinah, dan membandingkannya dengan diri sendiri. Ia terlihat begitu pasrah dan menerima dengan lapang dada, segala kekurangan yang ia miliki dalam hal materi. Jarang sekali saya bersyukur atas SEGALANYA yang saya miliki: mulai dari makanan yang dapat saya lahap, tempat tinggal yang layak, sekolah yang bagus dengan fasilitas berkualitas hebat, talenta dan prestasi yang saya dapat, bahkan keberadaan keluarga dan orang-orang terdekat.
Dengan peristiwa ini saya juga diberitahu bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Ia mengasihi semua orang dengan cara yang berbeda-beda.
Terimakasih Tuhan :)

geraldine supit x2/9

Saturday, April 26, 2008

Refleksi Annisa Nadhila x2/3

Hasil wawancara kami dengan ibu Soimah membuat saya sadar dan bersyukur pada Tuhan pada semua yang telah dia berikan pada saya. Saya bersyukur karena saya telah diberikan pendidikan yang terbaik tanpa harus memikirkan yang lainnya. Terkadang kita tidak bisa mensyukuri nikmat pendidikan yang telah diberikan Tuhan. Terkadang kita sering menyianyiakan pendidikan padahal diluar sana masih banyak yang sangat membutuhnkan pendidikan itu, maka kita sebagai orang yang bisa mengenyam pendidikan harus bersyukur dan menjalankannya dengan baik.
Dari wawancara kemarin saya juga menyadari kasih sayang seorang Ibu yang rela memberikan apapun dan melakukan apapun demi anak-anaknya. Seperti Ibu Soimah, dia rela bekerja di Jakarta, jauh dari anak-anaknya. Ia harus bekerja siang dan malam tanpa letih di usianya yang semakin tua hanya demi pendidikan anak-anaknya. Ia membuat saya sadar bahwa orang tua kita bekerja keras, banting tulang demi pendidikan kita. Orang tua kita hanya menginginkan melihat anak-anaknya menjadi sukses dan berhasil di masa yang akan datang. Pengorbanan seorang Ibu untuk anak-anaknya tidak dapat terbayarkan sampai orangtua bisa melihat kita sukses di masa yang akan datang.
Seorang Ibu, orangtua akan melakukan apa saja demi melihat anak-anaknya berhasil di masa depan. Bersyukurlah karena orangtua kita sudah berkorban untuk kita dan buat merekabangga akan kita di masa yang akan datang agar pengorbanan mereka tidak sia-sia.

Refleksi

Pengorbanan seorang Ibu untuk pendidikan anak-anaknya


Pada tanggal 25 April 2008 saya, Yessica Chorine beserta teman kelompok saya Annisa Nadhila atau sering dipanggil Nisa bersama-sama mencari orang untuk diwawancarai untuk tugas agama. Awalnya kami agak kebingungan untuk melakukan wawancara karena waktu kami padat sekali dengan banyak PR dan kerja kelompok yang lain. Tapi akhirnya kami bisa mengambil waktu untuk mewawancarai seorang ibu-ibu yang kami temui siang hari itu. Ketika itu ia sedang menyapu halaman rumah di sebuah lingkungan perumahan. Walau ia tidak terlihat masih muda, tapi ia mampu untuk menyapu halaman rumah yang cukup luas itu seorang diri. Kami menghampiri Ibu itu dan mulai berbincang-bincang di bawah sinar matahari yang menyengat.
Ia adalah seorang pembantu rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja di sana. Ia bekerja dari ia masih muda hingga kini ia sudah mempunyai seorang cucu. Ibu itu bernama Soimah, umur 52 tahun. Ia sudah berkeluarga dan mempunyai dua orang anak.
Umurnya sudah cukup tua untuk bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga, tetapi ia tetap bertahan demi kedua anaknya. Ia bekerja menjadi seorang PRT untuk membiayai sekolah kedua anaknya. Suaminya juga bekerja sebagai seorang tukang yang sudah dipercayai oleh keluarga majikannya. Di kampungnya pun ia juga menjadi seorang buruh tani, yang penghasilannya tidak menentu karena keadaan cuaca yang tidak menentu. Kini anak pertamanya telah lulus sekolah dan bekerja menjadi sorang guru, sedangkan yang kedua masih melanjutkan studinya. Ibu Soimah selalu bekerja keras demi pendidikan anaknya. Apapun akan ia jalani demi pendidikan anak-anaknya. Walaupun kini anaknya yang pertama sudah berkeluarga namun ia tetap membantu keuangan karena keuangan anaknya belum dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Usahanya yang harus bekerja keras siang, malam dan tanpa letih berujung sebuah kebahagiaan saat salah satu anaknya sudah berhasil lulus S1. Meski harus dibantu juga oleh majikannya, tetapi ia cukup senang karena anak-anaknya mendapatkan pendidikan sehingga ia berharap yang akan datang anak-anaknya bisa lebih baik lagi kehidupannya dari pada ia dan sang suami. Saat kami bertanya apa ibu soimah mendapat bantuan seperti subsidi atau yang lain baik dari pemerintah maupun lembaga lain, ia berkata bahwa ia tidak pernah mendapatkan hal tersebut dari pemerintah namun ia mendapatkannya dari majikannya. Ia juga tidak mendapatkan bantuan kesehatan pemerintah, begitu juga anaknya yang masih tinggal di kampong, bahkan ia tidak pernah mendapatkan kartu askes atau kartu lainnya. Padahal zaman sekarang kesehatan begitu penting dan fasilitasnya sudah mulai memadai seperti berobat gratis tapi ia tidak merasakan bantuan tersebut. Ia berharap semoga pemerintah bisa lebih memperhatikan tentang para pembantu apalagi yang sering dianiyaya oleh para majikannya. Sungguh besar pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya.








REFLEKSI
Oleh: Yessica Chorine X2/30

Wawancara ini membuat saya berubah. Bukan hanya sikap saya yang terkadang seenaknya pada pembantu rumah tangga tapi juga perasaan saya yang bersyukur sekali pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya sangat bersyukur karena saya bisa merasakan kehidupan yang tercukupi seperti bisa mendapatkan sekolah yang terbaik, bisa membeli barang-barang serta makanan yang saya inginkan tanpa harus memikirkan biayanya.
Bahkan terkadang saya bisa boros dan tidak peduli terhadap berapa banyak uang yang saya keluarkan. Orang tua saya pun kadang saya remehkan.
Padahal orang tua saya dengan senang hati akan mengeluarkan berapapun demi pendidikan yang terbaik untuk saya. Sedangkan Ibu Soimah, ia harus melakukan berbagai pekerjaan demi pendidikan anak-anaknya. Bukan halangan baginya bila ia tidak mempunyai uang simpanan untuk dirinya sendiri demi pendidikan anak-anaknya. Kadang ia juga harus menggunakan pakaian yang sudah tidak layak pakai demi mengumpulkan uang untuk anak- anaknya. Semua ini dilakukannya supaya nasib anaknya tidak sama dengan ia nantinya di masa mendatang.
Melalui wawancara ini, saya sadar bahwa banyak sekali di sekitar saya orang yang tidak mampu hanya untuk mencari sesuap nasi apalagi untuk mendapatkan pendidikan. Meskipun sudah ada fasilitas pendidikan serta pengobatan gratis tapi tidak semua orang yang tidak mampu mendapatkannya.
Saya mengerti akan hal ini terutama tentang sikap saya yang kadang tidak menghormati orang tua karena saya sudah mengerti betapa sulitnya mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidup. Saya mengerti akan beban kehidupan yang orang tua saya panggul demi memenuhi kebutuhan hidup saya supaya lebih baik dari mereka.
Saya merasakan bahwa kehidupan ini tidak sepele dan mudah. Mungkin bagi sebagian orang kehidupan ini gampang sekali dilewati, tapi tidak bagi orang lain. Tengok saja Jakarta dimana sebagai kota metropolitan ini terdapat orang-orang yang bergelimang harta dan kesenangan tapi di sudut-sudut mati kota ini banyak orang yang kekurangan makanan dan pakaian, tidak punya rumah dan pendidikan, dll yang menyebabkan mereka stress bahkan bunuh diri. Hal ini bisa menjadi refleksi bukan hanya bagi saya tapi juga yang lain supaya kita peduli dengan orang di sekitar kita yang tidak mampu dan terbuang dari kehidupan yang layak. Selain itu pesan bagi kita adalah untuk tidak membuang-buang uang untuk hal yang tidak penting dan satu hal yang sanagt penting yaitu supaya kita menghargai pengorbanan orang tua kita…

Refleksi Pribadi


Refleksi Marlin (X2/17)

Walaupun kehidupannya Pak Ranu pas-pasan namun dia merasa sengan dengan keadaannya. Harapannya pun untuk kebaikan semua anaknya tanpa memikirkan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya yang baik itu menjadi kekuatannya sehar-hari dalm menjalani hidupnya. Banyak orang yang dikaruniai lebih banyak hal dari pada Pak Ranu seringkali tidak mensyukuri apa saja yang mereka punya malah mengeluh atas segala hal yang tidak mereka senangi. Menghadapi kesulitan sedikit saja sudah menyalahkan Tuhan ataupun ornag lain tanpa melihat bahwa dia sendiri yang salah ataupun mencoba mencari jalan keluarnya sendiri. Kita patut mencontoh Pak Ranu dalam mengahadapi hidup kita sehar-hari agar kita bisa selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita.


Refleksi Tika (X2/6):


Setelah mewawancarai Pak Yo saya merasa bahwa selama ini saya menganggap bahwa uang 1000 tidaklah sesuatu yang besar yang perlu untuk dipikirkan dan apabila saya kehilangan uang sebanyak itu saya merasa tidak ada masalah. Pak Yo mungkin berjualan es hanya untuk mengisi waktu jenuhnya karena tidak memiliki pekerjaan apabila hanya berdiam diri saja di rumahnya. Pekerjaannya sebagi penjual es dia kerjakan dengan tulus sehingga dia tidak pernah mengeluh dan merasa tidak pernah kekurangan uang setiap harinya karna ia tuus mengerjakan segala sesuatunya. Selama ini saya selalu tergantung dengan orang tua dan kurang bersyukur akan apa yang telah saya dapatkan serata sering mengeluh dalam mengerjakan sesuatu yang tidak sulit saya lakukan namun Pak Yo selalu mensyukuri apa yang ia dapat,apapun pekerjaannya walau penghasilan hari itu tidak cukup atau pun cukup,ia selalu bersyukur akan apa yang ia dapat. Ia harus bekerja sepanjang hari di bawah teriknya matahari untuk dapat memenuhi kebutuhannya,dan ia mensyukuri berkat yang ia terima namun sering kali sebagai manusia saya lupa bahwa saya telah diberi Tuhan berkat yang cukup. Tanpa perlu bekerja saya dapat memiliki barang atau sesuatu yang saya inginkan. Saya dapat mengatakan “Hari ini makan apa?” bukan “Hari ini makan atau tidak?”. Pak Yo mengajarkan saya untuk dapat bersyukur dan menghargai nilai uang berapapun nilai uang itu.

selesai..!!









Kabahagiaan Tukang Es

Di sebuah sekolah yang terletak di Jl. Bangunan Barat, Kampung Ambon, ada seorang penjual es campur yang bernama Pak Ranu. Para siswa di sekolah itu menyapanya dengan sebutan Pak Yo sebagai panggilan akrab mereka. Pak Ranu bekerja sebagai penjual es di sekolah itu sudah kurang lebih 15 tahun. Sebelumnya, di pernah menjual es tung-tung di daerah Jatinegara dan Rawa Buluk. Jika dihitung, profesinya sebagai tukang es sudah 42 tahun di mulai pasa zaman pemerintahan Presiden Soekarno. Pak Ranu ini seorang kelahiran Sukarjo, Solo. Umurnya sekarang kurang lebih 60 tahun. Ia memiliki seorang istri yang tinggal bersamanya di Jakarta dan 5 orang anak yang sudah bekerja semua. Modalnya dalam menjual es dari dirinya sendiri dan kira-kira mendapat keuntungan Rp 20.000/hari. Penghasilannya sudah cukup baginya karena istrinya pun berdagang bakso di rumahnya. Kadang-kadang es yang ia jual tidak habis. Namun sisanya ia jual di rumah bersama dengan istrinya. Jika anak sekolah libur, ia dan istrinya akan pulang ke kampung. Pak Ranu ternyata mempunyai sawah di kampung warisan dari keluarganya. Namun penghasilan dari bidang pertanian itu pun hanya mencukupi kebutuhan mereka saat waktu panen untuk beberapa hari. Alasannya menjual es di Jakarta hanya sekedar iseng katanya. Dengan penghasilannya yang pas untuk sehari, dia tidak merasa terbebani karena menurutnya, hidup itu harus dinikmati, dan jangan dibawa susah. Pak Ranu mengatakan bahwa semua harapannya sudah terkabul dengan sudah bekerjanya kelima anaknya.

(Tika X2/6 & Marlin X2/17)

MEMBERI ARTI HIDUP -refleksi pribadi-

MEMBERI ARTI HIDUP
-REFLEKSI PRIBADI-

CELLA / X-2 / 14

“Boks kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apapun, tiba – tiba terisi, tiba – tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Berilah arti dalam hidup kita. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena kita memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna dan arti dalam hidup, maka hidup ibarat lembaran kertas yang kosong.”

Setelah saya bertemu langsung dan saling membuka hati dengan Bapak Norsal, pemilik warung minuman kecil di depan gedung pos, saya merasa sangat terkesan dengan kehidupannya. Dia adalah sosok yang sangat tegar menghadapi hidup ini. Dia juga tidak mudah menyerah dalam berbagai hal. Dia juga selalu membuat hidupnya bermakna dan berarti bagi siapapun.
Saya mencoba untuk “memasuki batin” Pak Norsal. Saya merasa bahwa saya harus selalu bersyukur dengan apa yang telah Tuhan berikan kepada saya. Seperti halnya Pak Norsal yang selalu bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepadanya. Tanpa mengeluh, ia menjalani hidupnya sebisa mungkin dan membuat hidupnya berarti, bermakna. Hidup jauh dari istri dan anak – anaknya yang dirasa sulit, namun tetap ia jalani dengan lapang dada. Walau ia pun juga harus datang jauh – jauh dari Padang ke Jakarta. Semua dilakukannya hanya demi menghidupi anak- anak dan istrinya. Hanya demi sesuap nasi dan secercah harapan di hari esok untuk istri dan anak – anaknya.
Setelah wawancara tersebut, saya dapat merasakan bahwa cinta Tuhan begitu besar kepada semua “domba – domba” yang dikasihinya. Sebagai salah satu “domba-NYA” yang dikasihinya, saya harus selalu berdoa agar saya diberikan kekuatan saat menghadapi segala rintangan duniawi. Saya juga harus selalu berdoa agar diberikan kemampuan dan mau menyadari segala kekurangan saya dengan rasa bangga. Mungkin, telah banyak waktu yang saya lakukan untuk berdoa kepada Tuhan agar Tuhan mau mengabulkan setiap permintaan saya. Terlalu sering juga saya minta Tuhan untuk menjadikan saya nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang, dan meminta segala sesuatu yang begitu sempurna.
Namun setelah melihat sosok Pak Norsal secara mendalam, saya menyadari bahwa hal tersebut salah. Semua yang saya butuhkan dalam hidup saya hanyalah bimbingan, tuntunan dan panduan Tuhan dalam setiap langkah hidup saya. Saya sering merasa sangat lemah. Saya lemah untuk percaya bahwa saya kuat. Saya juga sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Bahkan, semangat perjuangan saya dalam menghadapi hidup ini sering pudar dan hilang entah kemana. Namun sekarang saya yakin 100 % bahwa Tuhan memberikan saya ujian yang berat, bukan untuk membuat saya lemah, cengeng dan mudah menyerah. Saya juga yakin bahwa sebenarnya Tuhan selalu menggendong saya dalam melewati setiap ujian berat maupun rintangan duniawi. Saya juga percaya bahwa Tuhan selalu menemani saya dalam setiap hembusan nafas saya.
Oleh sebab itu, teman, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian yang Tuhan berikan. Berdoalah pula agar kita selalu dalam gendongan kasihnya-NYA dan lindungan- NYA saat menghadapi semua ujian tersebut. AMIN.

Aku dan Penjual Nasi Pecel

Ketika mendatangi tempat Yanti berjualan pecel dan mewawancarainya, terlintas dalam benak saya, apa yang bisa saya lakukan untuk membantunya? Saya sudah sepantasnya membantunya - tapi apa yang dapat saya lakukan? Tetapi, setelah saya renungkan kembali, sementara saya tidak dapat membantu banyak dalam kehidupannya, ia telah banyak membantu saya mendapat berbagai pelajaran.

Banyak yang dapat saya pelajari darinya, antara lain adalah bahwa setiap orang selalu mempunyai impian, dan untuk membuat impian tersebut menjadi nyata bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan impian tersebut - entah keadaan sekitar yang tidak memungkinkan maupun keadaan diri sendiri yang tidak memungkinkan. Namun, sebesar apapun impian kita, bukan berarti keadaan kita saat ini tidaklah menyenangkan. Justru kita haruslah dapat memaknai dan mensyukuri keadaan yang ada saat ini, karena saat ini tidak mungkin terulang kembali. Saya juga belajar untuk peduli dan berani berkorban demi orang lain - salah satu hal yang sulit untuk dilakukan. Sebab tidak semua hal berjalan sesuai dengan yang kita inginkan, dan karena itu, sekali waktu kita harus mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Hal terpenting yang saya pelajari dari Yanti adalah berserah kepada Tuhan, sebab sejauh apapun manusia merencanakan, semua hal kembali ke tangan Tuhan yang menentukan jalannya hidup kita. Bukan berarti
lantas kita hanya duduk diam menunggu semua terjadi, karena Tuhan lebih menyukai umat-Nya yang mau berusaha.

Oleh : Lita X2/13

Sok atuh semua sama sama senyum sama saya

Ternyata...Hidup itu gak seenak yang kita pikirkan..Mungkin bagi beberapa orang memang teramat sangat enak..Tetapi untuk beberapa orang..teramat sangat tidak enak..Tapi, gimana cara mereka terus hidup dengan ketidak enakan itu???Ya..Begitulah..Saya jadi tambah mengerti waktu ketemu sama Mbak Lina..Selama kita wawancara, dia senyuuummm teruusss...Lalu apa hubungannya donk??Kita bisa lihat kehidupannya, walaupun pas-pasan, mbak masih bisa hidup tenang sampai sekarang bukan??Walaupun kepleset dan harus membiayai orang tua dengan biaya minimum, ia masih bertahan hidup sampai sekarang..Dari sana saya mengambil kesimpulan, kita seringkali 'ngdumel' kalau ada yang gak sesuai sama keinginan kita, atau marah - marah dan cemberut karena gak diturutin..tapi sebenernya itu cuma nambah stress dan otot urat di otak makin kenceng dan nyaris putus kalau kita 'ladenin' terus ngototnya tanpa ada yang berubah.Jadi selama kita tidak bisa nerima apa adanya apapun yang terjadi sama kita, di sekitar kita, maka hidup kita akan terasa berat dan sudah tidak ada harapan. Tapi kalau kita menjalani hidup dengan senang, pasti akan lebih ringan dan yang buruk akan membaik, yang baik akan menjadi lebih baik. Positif thinking..Apa yang ada akan terlihat baik baik aja walaupun sebenarnya gak baik..Menjalani sesuatu yang baik akan lebih menyenangkan dari menjalani sesuatu yang tidak baik, bukan??Dengan kita senyum tanpa sadar kita jadi enjoy sama hidup kita, kita akan senang sama hidup kita dan tidak cuma bisa mengeluh tanpa melakukan suatu perubahan..Siapa yang mengatur hidup ktia kalau bukan kita sendiri?mungkin emang tersenyum tidak bisa mengenyangkan perut, tapi dengan senyum, kita bisa melakukan sesuatu yang membuat kita bisa mengenyangkan perut.."Because one laughter could turn a sad day into a joyful day" Jadiii......Sok atuh, pamer gigi nyengir-nyengir tarik pipi ke atas buat suatu grafik fungsi definit negatif di bibir..Mari SENYUM...
ayo senyum sama Jesslyn - 11

Senyum Simpul Sang Pramuwisma

Hidup dan tinggal di Jakarta memanglah enak. Transpotasi? Gampang. Mall? Bertaburan di mana-mana. Hiburan lain? Banyak. Semuanya seakan tersedia lengkap di kota metropolitan yang menjadi ibukota Indonesia ini. Pusat dari seluruh kegiatan yang berjalan di negara ini. Tapi apakah hidup di Jakarta ini sepenuhnya enak? Bagaimana dengan sekelompok orang yang kurang beruntung dalam hal materi? Bagaimana pula dengan orang-orang desa yang datang ke Jakarta untuk mencari kehidupan yang lebih baik? Ayo kita lihat kehidupan salah satu dari mereka, Mbak Lina yang kami temui beberapa waktu lalu..

Mbak Lina adalah pramuwisma. Sudah lama ia tinggal terpisah dengan orang tuanya, apalagi setelah bekerja sebagai pramuwisma. Ia di Jakarta, sedangkan orang tuanya tinggal di Brebes, di tengah-tengah pulau Jawa alias di Jawa Tengah. Di usianya yang masih muda, yaitu 19 tahun, ia sudah harus bekerja keras. Dengan gaji pas-pasan sebesar Rp 400.000,00 sebulan, selain untuk menghidupi dirinya sendiri, ia masih harus menjadi tulang punggung keluarganya. Setengah dari penghasilannya diberikan pada orang tuanya. Meskipun mengaku pas-pasan bahkan kurang, Mbak Lina tetap bersyukur dengan pekerjaan dan penghasilan yang diterimanya itu. Ia mengaku mendapat berbagai pengalaman baru selama bekerja di beberapa tempat, mulai dari toko jam, pabrik, restoran, dan pendaratan terakhir ya sebagai pramuwisma ini. Yang paling berkesan salah satunya adalah di pabrik plastik, walaupun mungkin penghasilan di pabrik itu tidak mencukupi, namun ia tetap mengambil sisi positifnya di mana ia mendapat banyak teman baru. Sebagai pramuwisma pun ia tidak menyesal, sedih, ataupun kecewa, malah ia senang karena mendapat pelajaran untuk mengurus berbagai keperluan rumah tangga. Ia tetap menjalani pekerjaannya dengan senang dan senyum setiap saat, walaupun sempat ada tragedi ‘kepleset’ di kamar mandi yang membuatnya terluka dan agak-agak sedih karena sakit..

Semua orang pasti punya harapan, begitu juga mbak Lina yang suka senyum-senyum ini. Tidak lain tidak bukan, harapan utamanya….Naik Gajiiii!!!Aminn….Ayo mbak..Semangat..Maju terus pantang kepleset..ting ting ting,…

Senyum Mbak Lina ditemukan dan ditangkap mata oleh :

Jesslyn X2-11 Kelly X2-12

semangat!

yak! sekarang saya punya satu hal lagi yang buat saya lebih semangat! orang-orang yang lebih susah dari saya! kenapa? karena mereka aja tu masih bisa ngejalanin hidupnya walau terseok-seok biaya dan lain sebagainya, masa' saya yang lebih mampu, diberi kesempatan untuk terus mengenyam pendidikan *walau dengan konsekuensi berat berjuang di sanur*, punya banyak cita-cita yang masih bisa saya raih, jadi lebih cepat mengeluh dari pada mereka?!
lihat aja si udin, dia bener-bener bikin saya gak nyangka ada aja orang gokil yang terselip dia antara orang-orang kurang beruntung.. dia yang punya beban hidup lebih dari saya aja masih bisa jawab pertanyaan-pertanyaan wawancara saya waktu itu dengan sejuta plesetan dan selera humor yang bagus.. jarang loh ada orang yang masih bisa menjaga selera humor kala orang itu dilanda masalah, yang kebanyakan sih berakar dari masalah ekonomi.. makanya saya kagum juga tu sama udin..
bermula dari situ, saya sekarang berusaha menjalani hidup dengan lebih kuat lagi. gak gampang ngeluh karena merasa lelah harus pulang-pergi sekolah naik metro ato busway, gak ngedumel lagi karena tugas-tugas pada numpuk *ini deh yang paling susah..* gak cepet putus asa lagi kalo ada tugas yang rasanya sulit untuk dikerjakan *karena nothing is possible kn?* dan lagi gak susah untuk tersenyum! karena dengan tersenyum, saya yakin apa yang dirasa melelahkan dan buat kesel, bisa aja jadi hal baik yang bakal kita hadapi nantinya.. yak, positive thinking! :)
thanks to udin yang udah mau saya dan rosa wawancarai. walo uda bikin cape, tapi justru itulah yang bikin kita jadi makin semangat ngjalanin hidup ke depannya..
[saya harap udin juga tetep semangat dan gokil yak! moga-moga ada kesempatan nanti buat bakat gambarnya.. aminn.. *kali aja gitu si udin udah menemukan tempat buat buka internet dan baca tulisan saya.. hehe..*]

ayo jup, semangat~!^^



postingan ini adalah buah pemikiran dari yovita x2-15

refleksi stevi

Refleksi :

Melihat begitu banyaknya orang yang kekurangan (miskin), seperti Fitri, saya berpikir bahwa sudah seharusnya saya bersyukur atas semua yang telah Tuhan berikan pada saya. Saya punya orang tua yang berkecukupan, saya bisa mendapatkan pendidikan yang layak, saya masih bisa pergi berekreasi keluar kota bila ada waktu luang. Sementara Fitri harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi. Ia juga harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke tempat kerjanya. Banyak sekali pengorbanan yang sudah ia lakukan, tetapi tetap saja ia tidak mendapatkan cukup uang untuk pulagn ke kampong halamannya. Sementara saya tidak berkorban sebanyak Fitri, tetapi banyak sekali yang sudah saya dapatkan. Maka, sudah seharusnya saya bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan berikan untuk saya. Ia telah berbaik hati memberikan saya semua yang saya miliki sekarang. Oleh karena itu saya akan membalasnya dengan lebih banyak bersyukur melalui ibadah dan doa kepada-Nya.

Selain itu, Saya juga berpikir, bahwa pasti tidak sedikit orang seperti Fitri., malah mungkin ada yang lebih berkekurangan daripada Fitri. Sementara bila saya lihat hidup saya sendiri, saya masih sering merasa kesal karena tidak diberikan sesuatu barang oleh orang tua saya. Padahal, apa yang sudah saya miliki sekarang bisa dibilang cukup, sedangkan para orang yang kekurangan malah tidak mengeluh atas segala kekurangan dan cobaan yang Tuhan berikan pada mereka. Bila saya lihat kembali, ditengah kesusahannya, Fitri malah mengaku santai saja dan menikmati pekerjaannya. Padahal gaji yang ia dapat belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Maka, dari sanalah saya berpikir untuk belajar menerima apa yang sudah saya miliki dan tidak meminta lebih dari apa yang sudah saya terima dari Tuhan. Selain itu, saya juga akan belajar berhemat agar saya mempunyai uang untuk diberikan kepada mereka yang kekurangan. Mungkin apa yang saya berikan tidak seberapa, tetapi saya harap itu membantu.

Saya juga ingin mengajak anda semua untuk menyisihkan sedikit uang bagi mereka yang kekurangan. Bayangkan saja kalau kita menyumbang Rp 1.000,00 setiap orang, dan ada 1.000 orang yang menyumbang, maka akan terkumpul Rp. 1.000.000,00. Jumlah yang tergolong cukup besar,bukan? Kita juga tidak akan merasa sangat terbebani dengan menyumbangkan uang seribu rupiah. Bila kita mulai melakukan ini dari sekarang, bayangkan jumlah orang yang bisa kita tolong! Jadi, mulailah berpikir untuk menyisihkan Rp 1.000,00 setiap kali anda menengok dompet dan dan tabungan anda! Ingatlah, dengan menyumbang seribu rupiah, anda juga akan mendapat imbalan berupa pahala dari Tuhan!!

Stevi(X-2/23)

Refleksi Tivia X-2/27

Setelah melakukan wawancara bersama Cella dengan Pak Norsal yang berjualan sebagai pedagang minuman, saya jadi merasa bahwa ternyata dalam hidup ini diperlukan adanya sebuah usaha. Ternyata, dalam memperoleh sesuatu, kita tidak boleh hanya diam saja dan hanya bisa menunggu hasil. Kita perlu juga berjuang semampu kita. Seperti halnya Pak Norsal yang mau bersusah payah datang dari Padang ke Jakarta hanya untuk bekerja meskipun pada akhirnya ia hanya dapat bekerja sebagai tukang pedagang minuman. Dan semua minuman yang ia jual adalah ia sendiri yang membeli, bukan dipekerjakan oleh orang lain. Ia juga harus berangkat pagi hari agar bisa berdagang lebih awal karena rumahnya jauh di Cakung. Apalagi pada saat pedagang kaki lima sempat diusir, hal itu benar benar merupakan kejadian yang sangat menyedihkan bagi seorang pedagang yang harus capek-capek berdagang tapi akhirnya diusir. Begitu pula dengan saya selama bersekolah di SMA Santa Ursula ini, saya harus berusaha keras untuk belajar dan mendapatkan nilai yang terbaik agar hidup saya menjadi baik di masa depan. Apalagi bersekolah di SMA Santa Ursula tuntutannya berat. Jadi, jangan pernah menyerah untuk mendapatkan hal-hal yang baik yang kita inginkan dalam hidup. Never give up !!!

Friday, April 25, 2008

Refleksi Angela Jessica x2/2

Seperti yang telah saya ketahui, kemiskinan sudah banyak melanda orang – orang di negeri kita ini. Dan lama kelamaan angka kemiskinan di Negara kita ini semakin bertambah. Banyak orang – orang yang dilanda kemiskinan. Dapat kita ambil salah satu contoh nya adalh ibu Sutinah. Ia adalah seorang pedagang makanan di sebuah kompleks perimahan di Jakarta. Dia sudah menetap di Jakarta selama 25 tahun. Ia datang ke Jakarta dengan harapan dapat mendapat pekerjaan yang layak dan dapat mendapat hidup yang layak., tetapi nyata nya tidak berkata seperti itu. Ia di Jakarta hanya bekerja sebagai seorang penjual makanan. Di Jakarta dia tidak mempunyai tempat tinggal. Dia tinggal bersama suami nya di gerobak makanan yang ia punya. Untuk tidur, ia tidaur di atas meja tempat ia berjualan makanan. Nasib yang ia terima di Jakarta tidak sesuai dengan harapan yang ia ingin kan.

Dengan melihat contoh di atas, seharusnya kita dapat lebih bisa bersyukur atas apa yang telah kita punya. Karena kita dapat hidup tidak dalam lingkup kemiskinan. Kita dapat mendapatkan apa yang kita mau dan dapat memenuhi segala kebutuhan kita. Dan kita dapat mendapatkan segala sesuatu secara berlebihan. Tidak seperti ibu Sutinah yang dimana pendapatannya hanya pas – pas an, walaupun itu dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari. Tetapi itu mendaptkan itu semua, ia harus bekerja membanting tulang untuk tetap bertahan hidup dan mereka sangat – sangat menghargai atas uang yang mereka dapatkan karena itu sangat berarti untuk mereka.

Dengan melihat contoh diatas tadi , saya dapat melihat bahwa kehidupan itu sangatlah sulit , bayak sekali orang – orang yang mengalami kesulitan dan dilanda kemiskinan dan hidupnya tidak seperti saya , yang berkecukupan. Maka dari itu , saya ingin belajar untuk lebih bersyukur dan lebih menghargai atas apa yang telah saya punya sekarang.

Angela Jessica x2/2, Geraldine Supit x2/9

Nama: Sutinah

Pekerjaan: penjual makanan di jelambar

Lama menetap di jelambar: 30 tahun

Tempat tinggal: sebenarnya ia tidak memiliki tempat tinggal, sehingga ia menetap di gerobak tempat ia menjual makanannya, dan terdapat sebuah meja panjang yang biasa ia gunakan sebagai tempat tidur.

Keterangan :

1. mempunyai seorang suami dan seorang anak

2. suami bekerja sebagai pemungut sampah di kompleks jelambar

3. berasal dari Klaten, Jawa Tengah

4. alsan ingin ke Jakarta : siapa tahu bisa mendapat pekerjaan dan memiliki hidup yang lebih layak

5. Pendidikan terakhir : SMA

6. penghasilan dari menjual makanan tersebut cukup untuk hidup walaupun pas – pas an.

7. yang dijual : ikan kembung, soto, telor, ikan tongkol, jengkol. Susu, kopi, dll..

8. Yang berkunjung ke warung tsb biasanya adalah para supir dan tukang bangunan yang bekerja di sekitar kompleks tersebut, juga orang-orang yang baru pulang dari sembayang di mesjid.

9. membuka warung dari jam 8 pagi hingga 4 sore

10. Memiliki harapan untuk ke depan, yaitu bisa punya tempat yang dapat digunakan untuk membuka warung dan tempat tinggal.

Cerita tambahan.

- sebenarnya baru 5 tahun belakangan ini ia membuka warung. Dahulu mempunyai tempat tinggal, sebuah rumah kecil di tanah kosong yang ada di kompleks. Tadinya, hanya suami dari ibu Sutinah saja yang bekerja. Tetapi setelah ibu sutinah dan suaminya disuruh pindah dari rumahnya yang berada di tanah kosong milik warga, ibu sutinah mulai membuka warung makanan yang terletak di depan mesjid di kompleks jelambar.

Refleksi Rosa X2/26 (Satu Jam Bersama Si Udin)

Setelah mewawancarai si Udin, jujur saya cape berat dengan pernyataan-pernyataannya yang gokil. Haha.. Tapi itu benar-benar membuktikan bahwa di kala ia sedang susah, banyak pekerjaan menumpuk, namun dia tetap ceria dan bisa bergokil ria. Saya sadar sendiri jadinya kalau selama ini saya cepat putus asa, senewen, cepat stress untuk masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan baik. Kalau tugas menumpuk langsung mengeluh. Kalau banyak ulangan langsung senewennya keluar. Padahal coba kita lihat ke si Udin. Dia bekerja selama 8 jam dalam 6 hari itupun belum ditambah dengan capeknya pulang pergi ke rumahnya yang 2 jam-an. Kalau diitung-itung sih, saya sama dia ya sama juga lah. Sekolah ya kira-kira 7.5 jam trus saya pulang ke rumah bisa nyampe 2 jam-an juga sih kalau macet berat. Tapi kalau hari Sabtu, saya kan nggak nyampe segitu. Wah, salut deh buat si Udin. Dia tetap menghadapi semuanya ini dengan bergokil ria dengan santai. Tidak dibawa stress. Dan memang sepertinya hari-harinya dia bawa hanya untuk bekerja karena katanya dia udah nggak sempet kalo nggambar. Tapi walaupun kayak gitu, dia tetep aja masih punya harapan ingin jadi pelukis, ingin jadi dokter, bahkan ingin jadi presiden. Talentanya dia itu yang jago nggambar sebenernya kan bisa aja dia kembangin lagi cuman ya itu masalah biaya katanya. Nggak seperti saya yang mungkin dikasih talenta yang banyak sama Tuhan dan mungkin hidup juga udah berkecukupan tapi saya malah nggak saya kembangin dan malah sering bermalas-malasan. Lagi-lagi salut deh buat si Udin. Hmm terus apa lagi yah? Oh, iya mengenai pendidikan juga tuh. Si Udin hanya bisa namatin sekolahnya sampai SMP, tapi saya sekarang aja udah kelas 1 SMA. Harusnya saya lebih bersyukur lagi karena masih bisa melanjutkan sekolah sampai sekarang. Terus dia juga mesti bekerja dan mana gajinya juga pas-pasan lagi buat biaya hidupnya. Jadi mesti diatur juga pengeluarannya. Sedangkan saya, terkadang hanya minta juga udah bisa dikasih. Dan terkadang kalau misalnya yang diinginin nggak kecapai jadi mengeluh, ngambek. Lewat si Udin, mungkin saya jadi disadarkan sama Tuhan supaya jangan mengeluh, harus selalu mensyukuri pemberiaan-Nya, ga boleh juga cepet putus asa karena semuanya pasti udah diatur sama Dia yang selalu memberikan yang terindah pada waktunya. Ya buktinya si Udin, seenggaknya dia kan dapet pekerjaan tuh. Halal lagi, walaupun gaji pas-pasan tapi dia tetep happy-happy aja tuh dan menerima semua pemberian Tuhan.

Refleksi Pribadi Clara X-2/8

Refleksi Religiositas Clara X-2/8

Wawancara dengan seorang penjual nasi pecel yang telah saya lakukan memberikan banyak kesan mendalam bagi saya. Banyak pesan-pesan tersirat yang sangat menyadarkan saya atas apa yang telah saya lakukan selama ini. Pertama, kesadaran akan masih banyaknya orang yang kurang mampu yang hidup di sekitar kita. Jika kita lihat sekeliling dan lebih membuka mata, akan tampak alasan mengapa kita sudah sepatutnya bersyukur kepada Tuhan. Ketika saya mengetahui bahwa ada seseorang yang hanya mampu bersekolah sampai tamat SD kemudian terpaksa bekerja untuk membantu menghidupi keluarga hingga harus melepas cita-citanya, saya menjadi sadar betapa beruntungnya saya dapat bersekolah sampai saat ini, apalagi di sekolah bagus seperti Santa Ursula ini. Saya seakan disadarkan betapa Tuhan telah memberkati saya sehingga saya tidak perlu berhenti sekolah untuk bekerja demi membantu menghidupi keluarga.
Kedua, ketika saya mengetahui bahwa si penjual nasi pecel, Yanti, rela melepas cita-citanya untuk sesuatu yang sebenarnya sudah jelas tidak akan ada orang di dunia ini yang akan memilih untuk tidak melakukannya apabila mampu. Padahal saya sangat berambisi meraih semua cita-cita saya dan seakan tak dapat menerima apabila salah satu saja tidak berhasil dicapai. Saya hanya sibuk bermimpi dan bermimpi tentang masa depan saya tanpa mau berdoa dan berusaha. Bahkan setelah wawancara itu saya menjadi bertanya sendiri, apakah saya mau melepas cita-cita saya jika harus berkorban demi keluarga? Mungkin saya akan menjawab tidak atau bersedia dengan teramat sangat terpaksa. Itu baru pengorbanan untuk keluarga, jika untuk keluarga saja tidak mampu bagaimana jika pengorbanan itu untuk Tuhan?
Ketiga, hal yang menyadarkan saya adalah bahwa Yanti yang sudah hidup dalam keadaan kurang mampu seperti itu saja masih lebih memperhatikan orang lain dibanding dirinya. Lihat saja, bahwa kesukaan dalam kerjanya adalah karena dapat membantu suaminya, kemudian keinginannya jika punya uang adalah menyekolahkan anaknya. Saya yang dalam hal ini lebih mampu saja selalu memikirkan diri sendiri. Jika punya uang, yang terlintas dalam benak saya hanyalah beli ini, beli itu, liburan ke sini, liburan ke situ, les ini, les itu, dan sebagainya yang semuanya pertama-tama untuk keuntungan saya barulah orang lain. Padahal saya sendiri bukanlah orang yang hidup bergelimang harta, uang tetap saja harus dicari dengan penuh kerja keras dan merupakan hal yang tidak tersedia begitu saja.
Mengetahui seperti itu, saya jadi berpendapat bahwa banyak orang sangat salah jika mengatakan orang yang hidup dalam kemiskinan itu karena kemalasannya sendiri, atau karena memang ditakdirkan hidup seperti itu. Menurut saya banyak dari mereka ada selain untuk mewarnai hidup dengan keberagaman juga untuk menyadarkan kita yang notabene lebih mampu atas dosa dan kesalahan serta kekurangan-kekurangan yang harus kita perbaiki mulai saat ini.



Clara X-2/8

Tugas Religiositas

Wawancara dengan Tukang Nasi Pecel

Pada siang itu kami berjalan menuju sebuah jalan di mana terletak sebuah aula serbaguna yang terletak di kompleks Kemang Pratama 2, Bekasi. Di sanalah keberadaan seseorang yang akan kami wawancarai. Seorang penjual nasi pecel yang kebetulan sudah Clara kenal karena nasi pecel buatannya menjadi langganan ibunya. Langsung saja kami mendatangi tenda tempatnya berjualan di samping bangunan aula itu.
Penjual nasi pecel itu rupanya bernama Yanti, seorang wanita berusia 27 tahun. Ia berasal dari sebuah desa di daerah Solo, Jawa Tengah. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang sangat sederhana sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara. Bersekolah hanya sampai tamat SD dan kemudian ikut sebuah keluarga sebagai pembantu rumah tangga bersama seorang kakaknya ke Bekasi ketika usianya masih sekitar 13 tahun, padahal ia sebenarnya memiliki cita-cita sebagai penjahit tetapi kekurangan dana untuk merealisasikannya. Sebenarnya tidak hanya dirinya yang bekerja dalam usia yang sangat muda itu, banyak saudara-saudaranya yang sampai harus merantau ke Sumatera untuk bekerja. Ada juga yang tinggal menetap membantu orang tuanya mengurus sawah. Ia menikah pada tahun 2004 dengan seorang pengurus mesjid di Kemang Pratama ini. Ia pun pindah ke tempat tinggal suaminya di sebuah kontrakan kecil di Kampung Bojong Menteng yang tidak jauh dari kompleks ini. Sebagai pengurus mesjid, suaminya hanya berpenghasilan sedikit sehingga Yanti membantu menambah penghasilan dengan berjualan nasi pecel. Kebetulan aula serbaguna itu miliki mesjid tempat suaminya bekerja sehingga ia cukup meminta izin menggunakan sedikit halamannya untuk berjualan nasi pecel. Sampai sekarang Yanti telah berjualan nasi pecel selama 2 tahun. Menurutnya, berjualan nasi pecel ini ada suka dukanya. Sukanya, ia dapat membantu menambah penghasilan suami. Dukanya, berjualan seperti ini melelahkan, apalagi jika tidak ada yang beli. Laba yang didapat dalam sehari rata-rata 20.000 sampai 30.000 rupiah, tetapi kalau sedang ada acara yang menggunakan aula tersebut bisa mencapai 40.000 sampai 50.000. Menurutnya, jika digabung dengan penghasilan suaminya cukup untuk makan sehari-hari, tetapi untuk menabung untuk membayar kontrakan masih sulit. Saat ini keinginannya adalah jika ada uang, ia ingin menyekolahkan anaknya di TK yang terletak tak jauh dari tempat itu.
Demikianlah rangkuman wawancara kami dengan Yanti, seorang penjual nasi pecel. Wawancara teresebut telah memberikan kesan mendalam bagi kami terutama kesadaran akan pentingnya mensyukuri apapun pemberian Tuhan.


Clara X-2/8
Lita X-2/13

Makasih, Tuhan..

Mbak Lina hanyalah 1 dari orang-orang yang dapat dikategorikan kurang beruntung. Apalagi jika dilihat dari segi materi. Segala duka harus dijalaninya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Penghasilannya sebagai pembantu rumah tangga pun harus dibagi 2, untuk kebutuhan hidupnya dan juga kebutuhan hidup orang tuanya di desa. Semuanya dilakukan hanya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Tapi ada juga yang tidak harus bekerja keras, tapi kerjaannya cuma ngomell mulu. Itulah saya. Tapi saya ngga ngomel mulu kok. :) Dengan wawancara ini, saya jadi bilang sama diri saya sendiri “Gue bisa makan enak tiap hari, bahkan tiap saat kalo gue laper. Gue bisa sekolah sampe sekarang ini. Gue bisa les. Gue punya hape. Gue bisa jalan-jalan ke mall. Gue bisa belanja. Dan semua itu gue dapetin gratis dari orang tua.” Saya sendiri bingung kenapa saya baru bisa mikir itu sekarang. Selain saya mulai bersyukur dengan kehidupan saya, saya juga mendapat pelajaran lain, saya harus berjuang demi orang tua saya, seperti yang telah Mbak Lina lakukan untuk kedua orang tuanya. Di usianya yang masih muda, Mbak Lina sudah bekerja untuk dirinya dan untuk orang tuanya juga. Nah, sedangkan saya? Boro-boro kerja. Mungkin lebih sering nyakitin hati orang tua daripada nyenenginnya. Jadi, setelah ngobrol dengan Mbak Lina, saya jadi sadar akan 2 hal yang sebenarnya penting buat saya yaitu bersyukur atas kehidupan dan orang tua.

Makasih, Tuhan. Buat kehidupan yang enak. Dan juga buat orang tua yang baik. Tengkyuu.. :)


Kelly . X2/12

Refleksi Ella X2-4

Setelah mewawancarai Mbak Sulis, saya merasa terkesan karena walaupun kehidpan Sulis pas-pasan, ia tetap menjalani segala sesuatunya dengan senyum gembira dan dengan senang hati. Walaupun banyak hal yang menjadi rintangan baginya, seperti masalah transportasi, tinggal jauh dari orang tua, dan banyak tukang bangunan yang menggodanya, ia tetap sabar dan tidak mengeluh. Di toko tersebut, Sulis bahkan terlihat akrab dengan pemilik toko, sudah seperti keluarga sendiri. Sebaliknya, kita yang kehidupannya berkecukupan, ingin sesuatu pasti dibelikan orang tua, sarana transportasi yang sudah tersedia bagi kita dan sebagainya, kita memiliki semua itu, namun seringkali kita mengeluh terhadap apa yang harus kita kerjakan, baik itu tugas atau kegiatan dari sekolah, maupun kegiatan dari luar sekolah. Seharusnya kita bersyukur kepada Tuhan YME karena ia begitu baik. Tuhan memberikan segala sesuatu bagi kita, namun kita tidak pernah merasa puas, kita lupa bahwa masih banyak orang yang lebih menderita daripada kita, namun mereka tidak mengeluh demi menjalani hidup mereka.

Thursday, April 24, 2008

Refleksi Rebekha X2-21

Setelah saya mewawancarai Pak Heru, seorang pedagang kain di tanah abang, mata saya menjadi lebih terbuka. Saya semakin menyadari bahwa saya adalah orang yang sangat beruntung. Untuk hidup sehari-hari, ada orangtua yang membiayai. Berbeda sekali dengan Pak Heru, yang harus berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Seperti misalnya saya minta dibelikan HP, tapi orangtua tidak membelikan, pasti saya marah. Padahal orang lain hidup susah. Saya jadi semakin menghargai kerja keras orangtua saya untuk menghidupi saya. Walaupun Pak Heru hidup susah karena harga bahan pokok semakin naik, ia tetap bekerja dengan giat dengan harapan menghidupi keluarganya dan juga ia menikmati hidup dan pekerjaannya saat ini. Hal itu sungguh membuka mata saya, bahwa kita harus menikmati hidup pemberian Tuhan dan berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita dalam hidup kita sehingga dapat menjadi orang yang berguna. Sesulit apapun hidup kita, tetaplah selalu bersyukur pada Tuhan.

SADARLAH!!

Refleksi
Lia X2/32
Setelah mewawancara Fitri saa jadi sadar bahwa kita harus bersyukur untuk semuanya. Soalnya Tuhan itu terlalu baik. Tapi kita suka tidak sadar dan masih menuntut macam-macam. Padahal kita sudah mempnyai semuanya yag mencukupi. Lalu kita juga harus sadar bahwa kita punya rejeki berlebih sehinga bisa bersekolah, apalagi nanti bisa kuliah. Padahal ga semua orang bisa merasakannya, contohnya fitri yang sekolah hanya sampai SMA.

rindu fitri pada kampung halaman


Di zaman modern ini persaingan dalam dunia kerja semakin ketat. Para calon tenaga kerja dituntut dengan berbagai macam persyaratan. Maka, jangan heran kalau banyak orang yang menganggur di Indonesia ini, pengalaman yang kurang dan biaya pendidikan yang terlampau tinggi menjadi penghalang yang sulit dikalahkan oleh masarakat Indonesia. Dengan begitu, tingkat kemiskinan yang semakin tinggi pun tidak terhindarkan lagi.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang kemiskinan di Indonesia (terutama yang tak nampak atau tertutup), pada hari Senin 21 April 2008, kami bertemu dengan seorang karyawan toko pakaian di Tanah Abang untuk mewawancarainya. Karyawan ini bernama Fitri. Ia merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara. Fitri hanya bersekolah hingga tingkat SMA di Jawa Timur, kampung halamannya sekaligus tempat kedua orang tuanya dan beberapa saudaranya tinggal. Di sana ada seorang teman yang tadinya mau mengajaknya liburan ke Jakarta, tetapi malahan menawarkannya pekerjaan. Sekarang Fitri bermur 23 tahun,belum menikah dan sudah bekerja di tanah abang selama kurang lebih 1 tahun. Ia tinggal bersama seorang saudaranya di Jakarta. Dengan pekerjaan yang ia miliki sekarang, Fitri mengaku hanya bisa santai dan menikmati pekerjaan dan penghasilannya yang ia akui kurang. Ia bercita-cita ingin pulang ke kampung halamannya di Jawa Timur, namun penghasilannya belum bisa membawanya kembali ke rumah orang tuanya.


Stevi X2/23
Lia X2/32

Refleksi Religiositas

Beberapa hari yang lalu saya dan Rose mewawancarai seorang tukang sampah yang bernama Bapak Samsuri, yang kebetulan sangat sering mengangkut sampah di lingkungan rumah saya. Setelah mewawancarai beliau, saya mendapat suatu hal menarik yang dapat diambil dari kehidupan Pak Samsuri. Pertama, saya sangat bersyukur dengan kehidupan saya yang seperti sekarang ini. Saya masih bisa sekolah, makan, dan memiliki tempat tinggal tanpa perlu berjuang keras, memeras keringat untuk mencari uang dan memenuhi kebutuhan hidup. Kita tahu, banyak sekali orang – orang di Jakarta, khususnya anak – anak dan lansia yang harus memeras keringat untuk mendapatkan makanan. Kehidupan mereka pun tidak jelas, kadang bisa makan, kadang tidak.
Belakangan ini, bila saya menghadapi masalah di sekolah ataupun di rumah, saya sering sekali marah – marah kepada setiap orang yang saya temui. Saya selalu melihat masalah – masalah tersebut dari sisi negatif. Namun sekarang saya tahu bahwa kita harus tetap mensyukuri hidup kita, bagaimana situasinya. Kita harus melihat kehidupan kita dari sisi yang positif. Walaupun sering dihadapi masalah yang cukup berat kita harus tetap tersenyum dan terlihat gembira di hadapan orang lain, karena mungkin dengan begitu masalah kita akan sedikit berkurang. Kita juga harus membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Karena suatu saat, apabila kita sedang menghadapi kesulitan, tentunya akan ada orang yang akan membantu kita juga.
Selama masuk SMA ini, seringkali saya membandingkan kemampuan saya dengan anak yang lebih pintar di kelas atau di sekolah. Terkadang saya merasa tidak yakin dan ragu akan kemampuan saya dalam suatu pelajaran, saya merasa bodoh dibandingkan dengan teman – teman baik saya yang jauh lebih pintar. Tapi, setelah mengenal secara singkat tentang Pak Samsuri, saya sadar bahwa pemikiran saya selama ini salah. Seharusnya saya menerima diri saya apa adanya dan selalu optimis. Saya harus bisa melihat kebawah bukan keatas, dan mensyukuri kemampuan diri saya. Seperti Pak Samsuri yang bersyukur dengan pekerjaannya menjadi tukang sampah dan mendapatkan penghasilan, daripada menjadi seorang pengangguran yang tidak mendapatkan penghasilan.
Mungkin sebagai anak SMA jaman sekarang, kita bisa dengan mudahnya meminta uang jajan dari orangtua kita dan menghabiskannya dalam waktu yang singkat untuk hal yang terlalu penting. Padahal uang itu sangat sulit didapat dan memerlukan usaha yang keras untuk mendapat uang. Saya tahu bahwa orang seperti Pak Samsuri misalnya, harus memeras keringat dan berhadapan dengan sampah dahulu, sebelum mendapatkan uang untuk menghidupi kehidupan keluarganya. Jadi, saya pun berusaha sejak sekarang untuk menghargai uang, dan tidak membuang – buang uang untuk hal yang tidak penting atau yang belum berguna.
Begitulah makna – makna yang dapat saya ambil setelah saya mengenal secara singkat seorang tukan sampah, Pak Samsuri.

Jessica (Jessy) – X2 / 10Beberapa hari yang lalu saya dan Rose mewawancarai seorang tukang sampah yang bernama Bapak Samsuri, yang kebetulan sangat sering mengangkut sampah di lingkungan rumah saya. Setelah mewawancarai beliau, saya mendapat suatu hal menarik yang dapat diambil dari kehidupan Pak Samsuri. Pertama, saya sangat bersyukur dengan kehidupan saya yang seperti sekarang ini. Saya masih bisa sekolah, makan, dan memiliki tempat tinggal tanpa perlu berjuang keras, memeras keringat untuk mencari uang dan memenuhi kebutuhan hidup. Kita tahu, banyak sekali orang – orang di Jakarta, khususnya anak – anak dan lansia yang harus memeras keringat untuk mendapatkan makanan. Kehidupan mereka pun tidak jelas, kadang bisa makan, kadang tidak.
Belakangan ini, bila saya menghadapi masalah di sekolah ataupun di rumah, saya sering sekali marah – marah kepada setiap orang yang saya temui. Saya selalu melihat masalah – masalah tersebut dari sisi negatif. Namun sekarang saya tahu bahwa kita harus tetap mensyukuri hidup kita, bagaimana situasinya. Kita harus melihat kehidupan kita dari sisi yang positif. Walaupun sering dihadapi masalah yang cukup berat kita harus tetap tersenyum dan terlihat gembira di hadapan orang lain, karena mungkin dengan begitu masalah kita akan sedikit berkurang. Kita juga harus membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Karena suatu saat, apabila kita sedang menghadapi kesulitan, tentunya akan ada orang yang akan membantu kita juga.
Selama masuk SMA ini, seringkali saya membandingkan kemampuan saya dengan anak yang lebih pintar di kelas atau di sekolah. Terkadang saya merasa tidak yakin dan ragu akan kemampuan saya dalam suatu pelajaran, saya merasa bodoh dibandingkan dengan teman – teman baik saya yang jauh lebih pintar. Tapi, setelah mengenal secara singkat tentang Pak Samsuri, saya sadar bahwa pemikiran saya selama ini salah. Seharusnya saya menerima diri saya apa adanya dan selalu optimis. Saya harus bisa melihat kebawah bukan keatas, dan mensyukuri kemampuan diri saya. Seperti Pak Samsuri yang bersyukur dengan pekerjaannya menjadi tukang sampah dan mendapatkan penghasilan, daripada menjadi seorang pengangguran yang tidak mendapatkan penghasilan.
Mungkin sebagai anak SMA jaman sekarang, kita bisa dengan mudahnya meminta uang jajan dari orangtua kita dan menghabiskannya dalam waktu yang singkat untuk hal yang terlalu penting. Padahal uang itu sangat sulit didapat dan memerlukan usaha yang keras untuk mendapat uang. Saya tahu bahwa orang seperti Pak Samsuri misalnya, harus memeras keringat dan berhadapan dengan sampah dahulu, sebelum mendapatkan uang untuk menghidupi kehidupan keluarganya. Jadi, saya pun berusaha sejak sekarang untuk menghargai uang, dan tidak membuang – buang uang untuk hal yang tidak penting atau yang belum berguna.
Begitulah makna – makna yang dapat saya ambil setelah saya mengenal secara singkat seorang tukan sampah, Pak Samsuri.

Jessica (Jessy) – X2 / 10

Refleksi Diri

Setelah mewawancarai seorang tukang sayur yang datang dari Jawa Tengah , dan harapan – harapan yang dia inginkan dan jawaban yang ia berikan pada saat saya dan Mendy bertanya mengenai pendapatannya yang ia dapatkan , apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari , ia menjawab pertanyaan tersebut dengan sederhana dan penuh makna menurut saya .” Walaupun tidak cukup , tetapi apa yang saya dapatkan ini tetap saya syukuri “.Itulah jawaban yang dia berikan untuk pertanyaan yang saya dan Mendy berikan .

Dari jawaban itu , saya merasa bahwa kemiskinan bukanlah suatu alasan untuk tidak mensyukuri apa yang kita dapatkan . Bahkan orang yang lebih kurang dibandingkan kita , bisa mensyukuri apa yang dia dapatkan .

Dari situ , saya bisa melihat kedalam diri saya sendiri bahwa, walaupun saat ini saya belum bekerja tetapi rasa bersyukur dalam diri saya masih sangat kurang. Jika dibandingkan dengan Mas Purwanto yang seorang tukang sayur . Yang mensyukuri dengan apa yang telah dia dapatkan .Jika diingat – ingat , saya suka mengeluh dengan hidup saya , yang monoton dan terkesan berat . Tetapi jika saya melihat ke mas Purwanto , hidupnya lebih berat dibandingkan dengan saya , ia bekerja dari pagi – siang dan ia juga harus mempersiapkan barang dagangannya dari subuh . Dan saya sendiri tidak perlu bekerja , tidak perlu masak air untuk mandi pagi saya .Semuanya telah ada di depan saya .

Oleh karena itu , dengan mengerjakan tugas ini saya lebih menghargai apa yang telah saya dapatkan , saya lebih menghargai apa yang telah saya dapatkan dan untuk hidup saya sendiri , saya akan berusaha untuk lebih SEMANGAT dan BERSYUKUR kepada TUHAN , karena TUHAN sudah mempunyai rencana bagi saya dan saya harus menjalani hidup saya sendiri dengan BERSYUKUR.

Astrid X.2/5

AYO BERSYUKUR *mendyx2-18

Tuhan menciptakan manusia tentu tidak sendirian di dunia dan juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Banyak sekali perbedaan yang muncul bila dibandingkan anatara manusia satu dengan manusia yang lain. Di antara perbedaan-perbedaan itulah diharapkan manusia bias saling memahami serta melengkapi satu sama lain, dengan rasa bersyukur pula tentunya. Itulah yang saat ini sering dilupakan oleh manusia, rasa syukur. Seperti yang telah diungkapkan tadi, manusia diciptakan dengan segala perbedaan yang ada termasuk perbedaan kaya dan miskin.

Sore tadi saya bertemu dengan seorang tukang sayur bernama Mas Purwanto yang kemudian saya berikan beberapa pertanyaan. Mendengar dari jawaban-jawaban akan pertanyaan yang saya ajukan kepadanya, saya merasa kagum atas kegigihannya demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan ia rela pindah dari kota asalnya yaitu Jawa Timur ke Jakarta hanya untuk mengadu nasib. Dia mengaku bahwa sesungguhnya pendapatan yang dia dapatkan sekarang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tetapi meskipun begitu, ia tetap merasa bersyukur pada Tuhan. Terus terang saya terkejut mendengarnya dan sedikit merasa terhentak karena Mas Purwanto yang kebutuhannya belum cukup saja sudah mengerti akan bersyukur, sedangkan saya yang bias dibilang tidak perlu repot memikirkan kebutuhan karena masih bergantung pada orang tua saja kurang sekali bersyukur.

Seringkali saya merasa tidak puas akan apa yang telah dimiliki sehingga selalu mau lebih dan lebih. Padahal di luar sana masih banyak orang yang tidak bias mendapatkan apa yang diinginkannya. Tak jarang saya malas-malasan sekolah padahal diluar sana banyak anak jalanan yang sangat berkeinginan untuk sekolah, atau saat saya pilih-pilih makan, padahal di luar sana banyak sekali orang yang tidak bisa memilih makanan, bahkan mereka makan nasi aking.

Dari situlah saya yang selama ini kurang mensyukuri apa yang saya punya menjadi tersadar, bahwa saya harus selalu bersyukur segala anugerah yang didapat dariNya. Maka, mulai saat ini saya akan membiasakan diri saya untuk selalu bersyukur kepadaNya. J

MENDY

X2-18

REFLEKSI PRIBADI Vannya X2 -29

REFLEKSI PRIBADI

Vannya X2 -29

Semua manusia memiliki kebutuhan, dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan itu dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Oleh karena itulah, setiap detik kehidupan adalah perjuangan.

Ada manusia yang menghadapi segala tantangan dalam perjuangan hidupnya dengan tegar. Ada pula yang bersikap manja—terus mengeluh dan mengutuki kesialan yang mereka alami. Mereka gagal melihat karunia Tuhan yang ada di sekitar mereka.

Itulah yang saya sadari setelah mewawancarai Sulis, seorang pembantu umum di sebuah toko roti. Kegembiraan dalam menjalani hidup sangat nampak dalam sikap Sulis yang riang dan penuh senyum. Ia kelihatan tidak menyimpan kekhawatiran hidup sama sekali. Padahal, pasti sesungguhnya tidaklah demikian. Dengan kondisi perekonomiannya yang pas-pasan, atau bahkan mungkin kurang, Sulis pastinya mengalami berbagai cobaan yang berat dalam hidupnya.

Namun, ia tetap gembira dan berpikir positif. Butuh ketabahan dan kesabaran yang luarbiasa untuk tetap bersyukur dalam kondisi demikian. Jelas, Sulis merupakan salah seorang manusia yang menjalani cobaan hidupnya dengan tegar.

Lalu, saya pun mulai berpikir: bagaimana dengan diri saya sendiri? Apakah saya sudah bisa menghadapi dan menanggulangi segala masalah yang saya alami dalam kehidupan, tanpa banyak mengeluh?

Jawabannya sudah jelas. Walau dengan berat hati, saya harus mengakui bahwa saya adalah manusia yang manja. Saya sering sekali menyumpahi hidup saya. Kalimat-kalimat cengeng seperti “Hidup ini berat banget,” atau, “Tuhan kok tidak adil, sih,” sering sekali keluar dari mulut saya.

Saya tidak berterimakasih atas segala karunia yang telah Tuhan berikan. Tuhan telah menganugerahkan kepada saya keluarga yang baik dan sejahtera, tanpa konflik internal maupun kesulitan keuangan. Namun, jarang sekali saya berterima kasih kepada-Nya tentang semua itu. Saya malah cenderung lebih banyak ngedumel bila Ayah atau Ibu tidak mau membelikan saya barang yang saya inginkan. Saya juga kerap merasa iri pada orang yang lebih berkecukupan daripada saya.

Padahal, uang jajan saya sebulan saja jumlahnya kurang lebih mendekati gaji Sulis. Saya jadi merasa malu, sekaligus menyesal, atas segala kemanjaan saya selama ini. Betapa butanya saya akan karunia yang ada di sekitar saya. Betapa tidak bisa bersyukurnya saya.

Jadi, cobaan dalam kehidupan memang harus dihadapi dengan tegar, dengan tidak melupakan segala anugerah yang dicurahkan Tuhan atas kita. Kemudian, saya sampai pada satu pertanyaan lagi: sebenarnya, apa makna dari ‘cobaan’ hidup itu? mengapa setiap manusia harus memikul salibnya sendiri?

Saya jadi teringat pada kupu-kupu. Ada suatu fase dalam hidup kupu-kupu, yaitu tepat setelah ia usai bermetamorfosis dalam pupanya, di mana ia harus memecah dinding kepompong dengan kekuatannya sendiri. Apabila ia berhasil melewati tahapan yang sulit itu, ia akan menjadi kupu-kupu dewasa yang bisa mengepakkan sayap cantiknya. Akan tetapi, seandainya pada saat itu ia dibantu oleh manusia ataupun faktor-faktor lainnya, yang keluar dari kepompong adalah kupu-kupu bertubuh kecil dengan sayap yang ringkih. Kupu-kupu itu tak’kan bisa terbang untuk menghisap madu bunga, dan pada akhirnya akan mati.

Mungkinkah ‘cobaan’ itu memiliki esensi yang sama dengan proses kupu-kupu memecah kepompongnya? Bahwa cobaan memang Tuhan berikan untuk membentuk kita menjadi ‘utuh’ sebagai citra Allah yang cantik dan sempurna? Bahwa apabila segala cobaan, seberat apapun itu, akan menjadi batu pijak kita menuju kebahagiaan sejati apabila kita menghadapinya dengan penuh ketabahan?

Bila saya membandingkan diri saya dengan Sulis, memang itulah yang terjadi. Sulis adalah pribadi yang dewasa, tertempa oleh asam-garam kehidupan yang telah ditelannya. Bahkan, ia mengemban cita-cita yang sangat mulia untuk membiayai orangtuanya naik haji. Sementara saya? Saya hanyalah seorang anak remaja tidak tahu diuntung yang cengeng. Saya terlalu banyak menuntut, tanpa banyak memberi. Saya ingin bahagia, tapi saya tidak mau menghadapi masalah-masalah hidup.

Saya menghindari segala cobaan yang hendak menghadang saya.

Saya bertekad untuk memperbaiki hidup saya dari sekarang, dengan meneladani Sulis dan orang-orang kecil lainnya yang tabah dalam menjalankan hidupnya. Saya akan mencoba melihat segala sesuatunya dari segi positif, bukannya malah mengeluhkan dan membesar-besarkan masalah yang saya alami. Dengan demikian, saya benar-benar bisa menikmati eksistensi saya di dunia ini dan menjalani tiap detik kehidupan saya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kutipan favorit saya saat ini: ‘bersyukurlah bila dirimu telah menjadi lebih baik dari dirimu yang dulu, dan bukan apabila dirimu lebih baik daripada orang lain.’

Tukang Sayur, Idola Para Ibu

Waktu menunjukan pukul 11.00 di daerah Gading di rumahnya Mendy. Sudah saatnya bagi Astrid dan Mendy beranjak dari sofa dan mencari seseorang untuk diwawancarai . Ya, kalau jodoh memang tidak pergi kemana. Baru saja keluar dari rumah , kami langsung bertemu dengan Mas Purwanto si Tukang Sayur . Dan inilah hasil wawancara kami di tengah hari yang mendung .

Mendy & Astrid (MA) : “ Selamat siang, Pak!”

Mas Purwanto (MP) : “Eh iya, siang, dek!”

MA :“Boleh minta wawancara sebentar ga, Pak? Untuk tugas sekolah ni.”

MP :”Oh,ia boleh saja.”

MA :”Namanya siapa ,Pak ?”

MP :”Purwanto.”

MA :”Umurnya berapa,Pak? Sepertinya masih muda nih.”

MP :”24 (sambil tersenyum – senyum)”

MA :”Bapak asalnya darimana?”

MP :”Dari Jawa Timur."

MA :”Oh, terus kenapa mau ke Jakarta, Pak? Sejak kapa?

MP :”Iya,mau usaha aja di Jakarta , baru kok dari 2001 kemarin .”

MA :”Sudah berkeluarga, Pak?”

MP :”Ya,belum(sambil senyum-senyum lagi).”

MA :”Sejak kapan jadi tukang sayur?”

MP :”Baru kok, tahun ini bulan 3 kemaren .”

MA :”Loh, terus sebelum jadi tukang sayur, Bapak kerja apa?”

MP :”Saya jadi kenek selama 5 tahun .”

MA :”Suka dukanya apa ,Pak?”

MP :”Sukanya pikiran tenang karena kalau tidak habis,kan untuk kita sendiri .”Dan dukanya kalau harga di pasar naik , kan disini susah juga dijualnya .”

MA :”Wah iya ya, Pak, betul juga. Bapak biasanya beli bahan–bahannya dimana?”

MP : “Di pasar Pulogadung.”

MA : "Loh belanjanya kapan, Pak? Siap-siap dangang dari jam berapa?"

MP :"Belanja mah malem, jam 2.Kalo siap-siap, saya dari jam setengah 7 juga udah siap."

MA :”Modalnya berapa ,Pak?”

MP :”Dari awal buka usahanya? 700.000 , tapi itu hanya sayuran saja .Kalau ditambah ikan bisa 1juta lebih ."

MA :”Oo.. Kalo pendapatan sehari – hari berapa, Pak?”

MP :”Kira-kira 40.000 – 50.000 .”

MA :”Cukup tidak untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari ?”

MP :”Yah,kalau dibilang cukup sih tidak.Tapi kitakan harus mensyukuri apa yang telah kita dapatkan .”

MA :”Susah tidak ,Pak bekerja seperti ini?”

MP :”Yah,susah – susah gampang, kan ada saingannya juga .”

MA :”Iya ya, Pak banyak saingannya. Biasanya rute dagang darimana ke mana?”

MP :”Dari puan – lilin – gading indah – balik puan.”

MA :”Oh, balik ke puan gitu yah,Pak. Oh iya, harapan Bapak kedepannya apa ,Pak?

MP :”Wah,maksudnya apa ya?”(sambil tersenyum – senyum)

MA :”Harapan untuk saat ini ,kira-kira apa,Pak?”

MP :"Yah banyak sih, Dek"

MA :"Yang paling diidamkan deh Pak saat ini."

MP :”Yah,karena saya masih pemula , keinginannya saat ini hanya ingin mempunyai pelanggan saja .”

MA :”Ok,deh .Pak. Terima kasih. Eh iya, boleh minta foto ga ,Pak?”

MP :”Wah,jangan-jangan saya malu.”

MA :”Wah,gapapa,Pak.Kan ini sebagai bukti kalau kita mengerjakan tugas ,Pak.”Boleh,Pak?”

MP :”Ya,sudah.Bolehlah.”

Lalu kami berfoto bersama dan kita berterimakasih kepada Mas Purwanto . Kami berharap semoga dagangannya cepat laris .Amin


Astrid dan Mendy

X.2 / 5 dan X.2 / 18

Of Sulis and Smilies


TUGAS WAWANCARA RELIGIOSITAS



oleh Ella X2 – 4 dan Vannya S2 -29





Hari Kamis tanggal 24 April 2008, kami melanglang buana di sekitar suatu kompleks ruko di Jakarta Barat dengan modus operandi ‘membidik’ sasaran yang tepat untuk diwawancara guna menyelesaikan tugas Religiositas yang diberikan Ibu Cecil. Setelah celingak-celinguk kanan-kiri dan mempertimbangkan situasi dan kondisi (caelah bahasanya...), kami akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada seorang mbak-mbak penjaga toko roti berwajah hitam manis yang sepertinya senyuuum melulu sepanjang waktu. Karena orangnya kelihatan baik hati, Ella dan Vannya (EV) pun tidak segan-segan lagi melancarkan berderet-deret pertanyaan kepada mbak yang ternyata bernama Sulis Setiawati itu (S), dari yang masih masuk diakal sampai yang agak nekat. Beginilah kisah wawancara mereka dengan Sulis yang sesekali diselingi sang pemilik toko (PT)...





(Fotonya menyusul yaaa...)





*Sebelum wawancara dimulai, Ella dan Vannya menjelaskan kepada pemilik toko mengenai tugas yang diberikan sekolah dan meminta izin untuk mewawancarai salah satu penjaga toko di situ. Kemudian, kami dan Sulis bertukar sapa singkat, dan wawancara pun dimulai.*





EV : Nama panjang mbak siapa ya?



S : *Sambil tersenyum maniiis sekali* Sulis Setiawati...



EV : Berarti mbak orangnya setia dong? *Bermaksud mencairkan suasana*



S : *Senyumnya jadi rada-rada licik* Yaahhh... tergantung konteksnya... hihihihi...



EV : *Jadi agak-agak serem...* Hm... umur mbak sekarang berapa yah?



S : Aaahh... itu mah rahasia dong...



EV : Ayo dong mbak...



S : Yah... tebak saja...



EV : *Nyengir* 40 tahun?



S : *Mukanya campuran antara tersinggung sama syok* Buset!



EV : Hehehehe... 40 tahun dikurang berapa nih mbak?



S : *Tampangnya serius* DITAMBAH 10 tahun.



EV : Tua!!! Serius nih mbak?



S : *Senyumnya manis lagi* 20-an kok...



EV : *Gokil juga nih orang* Pekerjaan mbak sekarang apa ya?



S : Saya pembantu umum di toko... eh, pramuniaga deh, biar kerenan dikit gitu... jadi, saya jagain kasir, nyuci-nyuciin loyang, nyapu lantai, macem-macem deh.



EV : *Oooh ternyata pembantu umum, bukan penjaga toko...* Errr... mbak suka nggak pekerjaan yang dijalani?



*Tiba-tiba, Pemilik Toko (PT) nimbrung*



PT : Awas kalau bilang nggak suka! *Sambil menyeringai penuh ancaman*



S : Wah... ada yang ngancem...



EV : *Jadi agak-agak SWT* Kenapa memilih pekerjaan ini, mbak?



S : Kenapa, ya? Mungkin karena cocok saja dengan pekerjaan yang sebelumnya saya jalani. Lagian, saya juga bisa nyomot roti gratis tiap hari. Hahahaha...



EV : *Whoa. Jadi kepengen* Suka-dukanya dalam pekerjaan apa nih mbak?



S : Banyakan sukanya, sih... misalnya makan roti gratis, gitu...



EV : *Cape deh* Yang lain...?



S : Pokoknya saya merasa senang aja!



EV : Dukanya, mbak?



S : Dukanya... yaahhh... saya kan pulang jalan kaki tuh... capek... apalagi kalau sedang hujan... bechek... gak ada ojhek...



EV : *Ketawa garing dalem hati* ..Emangnya mbak sekarang tinggal di mana?



S : Saya ngekos tuh di Kembangan.



EV : Tinggal ngesot dong mbak?



S : Iya, memang deket.



EV : Kalo boleh tahu, mbak... kira-kira penghasilannya sebulan berapa?



S : Mau yang jujur apa bohong?



EV : *Bingung mau milih yang mana* Yang boong mbak...?



S : Kira-kira Rp 750.000,- per bulan deh.



EV : Yang benernya?



PT : Rahasia perusahaan.



S : Yah, pokoknya yang ‘bener’nya itu penghasilan yang ‘boong’ dikurang yang buat pajak... Huhuhuhu...



EV : *Males ngitung, jadi ya sudahlah* Penghasilan mbak itu cukup nggak buat hidup sehari-hari?



S : Lebih dari cukup, malah. Soalnya saya nggak boros orangnya...



EV : *Bisa narsis juga!?* Keluarga mbak tinggal di mana, ya?



S : Di Bogor...



EV : Ada siapa aja, mba? Ayah, Ibu, Kakak, Ade, atau mungkin... *nyengir* suami?



S : Yaelah! Saya single kok... ehm, Ayah Ibu saya masih idup... ada adek, cewek dan cowok, ada kakak juga... lengkap deh pokoknya...



EV : Ada yang kerja, selaen mbak?



S : Ada... ade saya, yang lebih muda setahun...



EV : Keluarga mbak hidup berkecukupan?



S : Makmur kok. Sejahtera. Harmonis. Hehehe... pokoknya cukuplah...



EV : *Tanpa sadar ikut ketawa* Hehehehe... waktu kecil ada cita-cita apa nih mbak?



S : *Mendadak ketawa ngakak* Ahahahah... waktu kecil sih saya mau jadi selebritis... biar dikenal orang... hahahahah...



EV : *Iseng* Kok nyasarnya ke sini, mbak?



S : Saya ditolak. Maklum, belum jodoh...



EV : *Okaaay?* Sekarang cita-citanya masih itu, mbak? Atau sudah berubah?



S : *Muka khidmat* Pengen jadi orang yang berguna buat orang lain... cita-cita yang mulia, kan?



EV : Caelaaahhh...



S : Ada satu lagi... saya pengen ngebahagiain orangtua saya... sampai naik haji nanti...



EV : Amiiiinnn... kita doain deh mbak. Sekarang masalah kehidupan nih mbak... ada suka duka dalam hidup mbak?



S : Sukanya... saya punya banyak temen. Hehehehe... kebanyakan cowok lho...



EV : Wah, laku!



S : Lah kan calon selebritis... gimana toh?



EV : *Hooh. Iya deh, apa aja...* Hehe... dukanya, mbak?



S : Kalau cari makan susaaahhh...



EV : Hah... susah gimana, mbak?



S : Saya khan pulangnya malem tiap hari... ga ada transportasi... karena jauh, saya males jalan ke tempat makanannya... Hahahaha...



EV : *Buset, ternyata cuma karena males jalan kaki!?* Mbak punya motto nggak dalam menjalani kehidupan...?



S : Hmmm... apa yaa... ada deh! Maju tak gentar!



EV : Itu bukannya lagu, ya, mbak?



S : Hehe... ini aja deh... tersenyumlah buat semua orang-



PT : *Nimbrung* Gila dong...



S : Hahahaha...



EV : Hihihihi...



PT : Huhuhuhu...



(Ini kejadian beneran lho)



Setelah acara haha-hihi-huhu-hehe-hoho selesai, Sulis pun melanjutkan...



S : Jadi... tersenyumlah buat semua orang, karena senyum itu ibadah. Ada lagi yang mau ditanyain?



EV : *Pantes dia suka senyum banget* menurut mbak, kelebihan dan kekurangan mbak itu apa?



S : Kelebihan yaaa... saya teman curhat yang baik lho...



EV : Oh ya?



S : Iya... banyak yang suka curhat ke saya, terus saya juga yang kasih nasehat... haha...



EV : Kekurangannya?



S : Saya orangnya cerewet.



EV : *Ketawa*



S : Yeee... boleh dong?



EV : Ahaha... iya boleh, boleh... Ada kendala nggak dalam pekerjaan dan kehidupan?



S : Kendalanya yaaa... saya suka males bangun pagi...



PT : Kayaknya masalah kamu semuanya males jalan kaki, males bangun pagi... gimana sih?



S : Ahahaha... *balik lagi ke kita* Saya juga sering digodain sama tukang bangunan yang di pinggiran jalan tuh...



EV : *Bercanda* Kan selebriti, mbak?



S : Hahaha...



EV : Ada kendala dalam keluarga, mbak? Atau kendala ekonomi?



S : Keluarga saya biasa-biasa saja... masalah ekonomi juga nggak ada yang serius... saya orangnya nggak pernah nganggep serius masalah.



EV : Apa pendapat mbak tentang kenaikan harga BBM?



S : Biasa aja... saya nggak pakai alat transportasi apa-apa sih. Hidup jalan kaki!



EV : Hehehe... tolong beri pesan dan kesan buat anak muda dong mbak...



S : Hmmmm... apa yaaa...? Itu aja deh... *dengan nada mantap* Say No To Drugs!



EV : *Cape -lagi- deh* Oke deh mbak. Makasih ba-



S : Sekarang saya balik nanya...



EV : *Lholholholhoooo!?* Heeh, mbak?



S : Gimana kesan dan pesan kalian setelah ngewawancarain saya?



EV : *Jawab jujur aja kali ya?* Errr... mbak orangnya lucu... trus kesannya nggak ada masalah idup sama sekali gitu lho mbak...



S : Hahahaha...



EV : Okeeee... makasih banget ya mbak atas waktunya... ntar masuk internet lho mbak...



S : Makasih kembali... *tersenyum manis*



EV : Dadaaaahhh!!!



S : Daaaahh...





Setelah mewawancarai Sulis, Ella dan Vannya pun berjalan keluar toko dengan sebuah pertanyaan di hati: kok bisa ya ada orang se-easy going itu? Yah, cuma Tuhan yang tahu...



Buat temen-temen yang penasaran, insan langka bernama Sulis Setiawati yang suka tersenyum ini bisa ditemukan di Toko Premier, Jalan Pulau Bira blok D1 no. 12A, Taman Permata Buana, Jakarta Barat.