Thursday, April 24, 2008

REFLEKSI PRIBADI Vannya X2 -29

REFLEKSI PRIBADI

Vannya X2 -29

Semua manusia memiliki kebutuhan, dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan itu dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Oleh karena itulah, setiap detik kehidupan adalah perjuangan.

Ada manusia yang menghadapi segala tantangan dalam perjuangan hidupnya dengan tegar. Ada pula yang bersikap manja—terus mengeluh dan mengutuki kesialan yang mereka alami. Mereka gagal melihat karunia Tuhan yang ada di sekitar mereka.

Itulah yang saya sadari setelah mewawancarai Sulis, seorang pembantu umum di sebuah toko roti. Kegembiraan dalam menjalani hidup sangat nampak dalam sikap Sulis yang riang dan penuh senyum. Ia kelihatan tidak menyimpan kekhawatiran hidup sama sekali. Padahal, pasti sesungguhnya tidaklah demikian. Dengan kondisi perekonomiannya yang pas-pasan, atau bahkan mungkin kurang, Sulis pastinya mengalami berbagai cobaan yang berat dalam hidupnya.

Namun, ia tetap gembira dan berpikir positif. Butuh ketabahan dan kesabaran yang luarbiasa untuk tetap bersyukur dalam kondisi demikian. Jelas, Sulis merupakan salah seorang manusia yang menjalani cobaan hidupnya dengan tegar.

Lalu, saya pun mulai berpikir: bagaimana dengan diri saya sendiri? Apakah saya sudah bisa menghadapi dan menanggulangi segala masalah yang saya alami dalam kehidupan, tanpa banyak mengeluh?

Jawabannya sudah jelas. Walau dengan berat hati, saya harus mengakui bahwa saya adalah manusia yang manja. Saya sering sekali menyumpahi hidup saya. Kalimat-kalimat cengeng seperti “Hidup ini berat banget,” atau, “Tuhan kok tidak adil, sih,” sering sekali keluar dari mulut saya.

Saya tidak berterimakasih atas segala karunia yang telah Tuhan berikan. Tuhan telah menganugerahkan kepada saya keluarga yang baik dan sejahtera, tanpa konflik internal maupun kesulitan keuangan. Namun, jarang sekali saya berterima kasih kepada-Nya tentang semua itu. Saya malah cenderung lebih banyak ngedumel bila Ayah atau Ibu tidak mau membelikan saya barang yang saya inginkan. Saya juga kerap merasa iri pada orang yang lebih berkecukupan daripada saya.

Padahal, uang jajan saya sebulan saja jumlahnya kurang lebih mendekati gaji Sulis. Saya jadi merasa malu, sekaligus menyesal, atas segala kemanjaan saya selama ini. Betapa butanya saya akan karunia yang ada di sekitar saya. Betapa tidak bisa bersyukurnya saya.

Jadi, cobaan dalam kehidupan memang harus dihadapi dengan tegar, dengan tidak melupakan segala anugerah yang dicurahkan Tuhan atas kita. Kemudian, saya sampai pada satu pertanyaan lagi: sebenarnya, apa makna dari ‘cobaan’ hidup itu? mengapa setiap manusia harus memikul salibnya sendiri?

Saya jadi teringat pada kupu-kupu. Ada suatu fase dalam hidup kupu-kupu, yaitu tepat setelah ia usai bermetamorfosis dalam pupanya, di mana ia harus memecah dinding kepompong dengan kekuatannya sendiri. Apabila ia berhasil melewati tahapan yang sulit itu, ia akan menjadi kupu-kupu dewasa yang bisa mengepakkan sayap cantiknya. Akan tetapi, seandainya pada saat itu ia dibantu oleh manusia ataupun faktor-faktor lainnya, yang keluar dari kepompong adalah kupu-kupu bertubuh kecil dengan sayap yang ringkih. Kupu-kupu itu tak’kan bisa terbang untuk menghisap madu bunga, dan pada akhirnya akan mati.

Mungkinkah ‘cobaan’ itu memiliki esensi yang sama dengan proses kupu-kupu memecah kepompongnya? Bahwa cobaan memang Tuhan berikan untuk membentuk kita menjadi ‘utuh’ sebagai citra Allah yang cantik dan sempurna? Bahwa apabila segala cobaan, seberat apapun itu, akan menjadi batu pijak kita menuju kebahagiaan sejati apabila kita menghadapinya dengan penuh ketabahan?

Bila saya membandingkan diri saya dengan Sulis, memang itulah yang terjadi. Sulis adalah pribadi yang dewasa, tertempa oleh asam-garam kehidupan yang telah ditelannya. Bahkan, ia mengemban cita-cita yang sangat mulia untuk membiayai orangtuanya naik haji. Sementara saya? Saya hanyalah seorang anak remaja tidak tahu diuntung yang cengeng. Saya terlalu banyak menuntut, tanpa banyak memberi. Saya ingin bahagia, tapi saya tidak mau menghadapi masalah-masalah hidup.

Saya menghindari segala cobaan yang hendak menghadang saya.

Saya bertekad untuk memperbaiki hidup saya dari sekarang, dengan meneladani Sulis dan orang-orang kecil lainnya yang tabah dalam menjalankan hidupnya. Saya akan mencoba melihat segala sesuatunya dari segi positif, bukannya malah mengeluhkan dan membesar-besarkan masalah yang saya alami. Dengan demikian, saya benar-benar bisa menikmati eksistensi saya di dunia ini dan menjalani tiap detik kehidupan saya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kutipan favorit saya saat ini: ‘bersyukurlah bila dirimu telah menjadi lebih baik dari dirimu yang dulu, dan bukan apabila dirimu lebih baik daripada orang lain.’

No comments: